Penyakit stroke adalah gangguan fungsi otak akibat
aliran darah ke otak mengalami gangguan (berkurang).
Akibatnya, nutrisi dan oksigen yang dbutuhkan otak tidak
terpenuhi dengan baik. Penyebab stroke ada 2 macam,
yaitu adanya sumbatan di pembuluh darah
(trombus), dan adanya pembuluh darah yang pecah.
Umumnya stroke diderita oleh orang tua, karena proses
penuaan menyebabkan pembuluh darah mengeras dan
menyempit (arteriosclerosis) dan adanya lemak
yang menyumbat pembuluh darah (atherosclerosis).
Tapi beberapa kasus terakhir menunjukkan peningkatan
kasus stroke yang terjadi pada usia remaja dan usia
produktif (15 - 40 tahun). Pada golongan ini, penyebab
utama stroke adalah stress, penyalahgunaan narkoba,
alkohol, faktor keturunan, dan gaya hidup yang tidak
sehat.
1. Penyebab stroke
Pada kasus stroke usia remaja, faktor genetika
(keturunan) merupakan penyebab utama terjadinya stroke.
Sering ditemui kasus stroke yang disebabkan oleh
pembuluh darah yang rapuh dan mudah pecah, atau kelainan
sistem darah seperti penyakit hemofilia dan
thalassemia yang diturunkan oleh orang tua
penderita. Sedangkan jika ada anggota keluarga yang
menderita diabetes (penyakit kencing manis), hipertensi
(tekanan darah tinggi), dan penyakit jantung,
kemungkinan terkena stroke menjadi lebih besar pada
anggota keluarga lainnya.
Penyebab serangan stroke lainnya adalah makanan
dengan kadar kolesterol jahat (Low Density
Lipoprotein) yang sangat tinggi. Koleserol jahat ini
banyak terdapat pada junk food, atau makanan
cepat saji. Selain itu, penyebab terjadinya serangan
stroke lainnya adalah kebiasaan malas berolah raga dan
bergerak, banyak minum alkohol, merokok, penggunaan
narkotika dan zat adiktif, waktu istirahat yang sangat
kurang, serta stress yang berkepanjangan. Pecahnya
pembuluh darah juga sering diakibatkan karena penyakit
tekanan darah tinggi (hipertensi).
2. Gejala terjadinya serangan stroke
Gejala awal stroke umumnya pusing, kepala serasa
berputar (seperti penyakit vertigo), kemudian disusul
dengan gangguan berbicara dan menggerakkan otot mulut.
Gejala lainnya adalah tergangguanya sensor perasa (tidak
bisa merasakan apapun , seperti dicubit atau ditusuk
jarum) dan tubuh terasa lumpuh sebelah, serta tidak
adanya gerakan refleks. Sering juga terjadi buta
mendadak atau kaburnya pandangan (karena suplai darah
dan oksigen ke mata berkurang drastis), terganggunya
sistem rasa di mulut dan otot-otot mulut (sehingga
sering dijumpai wajah penderita menjadi mencong),
lumpuhnya otot-otot tubuh yang lain, dan terganggunya
sistem memory dan emosi. Sering dijumpai penderita tidak
dapat menghentikan tangisnya karena lumpuhnya kontrol
otak pada sistem emosinya. Hal itu membuat penderita
stroke berlaku seperti penderita penyakit kejiwaan,
padahal bukan. Hal-hal seperti ini yang perlu dimengerti
oleh keluarga penderita.
3. Proses penyembuhan
Ada 2 proses penyembuhan utama yang harus dijalani
penderita. Pertama adalah penyembuhan dengan obat-obatan
di rumah sakit. Kontrol yang ketat harus dilakukan untuk
menjaga agar kadar kolesterol jahat dapat diturunkan dan
tidak bertambah naik. Selain itu, penderita juga
dilarang makan makanan yang dapat memicu terjadinya
serangan stroke seperti junk food dan garam
(dapat memicu hipertensi).
Proses penyembuhan kedua adalah fisiotherapy,
yaitu latihan otot-otot untuk mengembalikan fungsi otot
dan fungsi komunikasi agar mendekati kondisi semula.
Fisiotherapi dilakukan bersama instruktur fisiotherapi,
dan pasien harus taat pada latihan yang dilakukan. Jika
fisiotherapi ini tidak dijalani dengan sungguh-sungguh,
maka dapat terjadi kelumpuhan permanen pada anggota
tubuh yang pernah mengalami kelumpuhan.
Kesembuhan pada penderita stroke sangat bervariasi.
Ada yang bisa sembuh sempurna (100 %), ada pula yang
cuma 50 % saja. Kesembuhan ini tergantung dari parah
atau tidaknya serangan stroke, kondisi tubuh penderita,
ketaatan penderita dalam menjalani proses penyembuhan,
ketekunan dan semangat penderita untuk sembuh, serta
dukungan dan pengertian dari seluruh anggota keluarga
penderita. Seringkali ditemui bahwa penderita stroke
dapat pulih kembali, tetapi menderita depresi hebat
karena keluarga mereka tidak mau mengerti dan merasa
sangat terganggu dengan penyakit yang dideritanya
(seperti sikap tidak menerima keadaan penderita,
perlakuan kasar karena harus membersihkan kotoran
penderita, menyerahkan penderita kepada suster yang juga
memperlakukan penderita dengan kasar, dan sebagainya).
Hal ini yang harus dihindarkan jika ada anggota keluarga
yang menderita serangan stroke.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar